Cilacap (22/12) - Pembimbing Kemasyarakatan (PK) Pertama di Bapas Kelas II Nusakambangan melakukan pendampingan terhadap Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) dalam sidang pembacaan putusan di Pengadilan Negeri (PN) Cilacap. ABH berinisial RS terlibat dalam kasus tindak pidana senjata tajam. Pada sidang yang dilaksanakan pada 21 Desember 2023, Hakim PN Cilacap mengenakan tindakan kepada Anak berupa pidana penjara di LPKA Kutoarjo selama 4 bulan. Putusan tersebut lebih rendah dibandingkan tuntutan jaksa yaitu menjalani pidana penjara selama 5 bulan di LPKA Kutoarjo.
Pendampingan ABH merupakan salah satu tugas Pembimbing Kemasyarakatan yang diamanatkan dalam UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). Pada Pasal 1 angka 13 menyatakan bahwa “Pembimbing Kemasyarakatan (PK) adalah pejabat fungsional penegak hukum yang melaksanakan penelitian kemasyarakatan, pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan terhadap Anak di dalam dan di luar proses peradilan pidana”, sehingga sudah jelas dalam menangani perkara anak kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan wajib melibatkan peran Pembimbing Kemasyarakatan.
Pada pelaksanaan pendampingan pembacaan putusan sidang anak di PN Cilacap, PK memiliki beberapa peran penting diantaranya mendampingi anak dan memberikan dukungan kepada anak selama proses persidangan serta mendorong anak untuk selalu mengatakan kebenaran terkait tindak pidana yang telah dilakukan. PK juga dapat menyampaikan pendapat jika dianggap perlu atau saat diminta oleh hakim serta membantu anak dan keluarga dalam menyampaikan pendapat atau memahami proses persidangan yang berlangsung.
Berkaitan dengan vonis pidana yang diberikan, PK turut memberikan motivasi bagi ABH dan keluarga. “Vonis ini bukanlah akhir dari segalanya. Jadikan ini sebagai pelajaran, dan ikuti setiap pembinaan di lpka nantinya sehingga bisa menjadi tempat belajar untuk mendapatkan pengetahuan dan keterampilan”, ungkap PK dari Bapas Nusakambangan.
Baca juga:
Catatan Akhir Tahun KPK Menyongsong 2022
|
Penanganan tindak pidana yang melibatkan ABH memerlukan perlakuan-perlakuan yang tidak bisa disamakan dengan penanganan tindak pidana oleh pelaku dewasa karena dalam pelaksanaannya memang diatur dengan undang-undang khusus yaitu UU SPPA.